Tren Adopsi Boneka Era Modern: Dari Mistis hingga Terapeutik

[Masyarakat & Budaya, Vol. 25, No. 6, Januari 2022]

Oleh Ranny Rastati (Peneliti PMB BRIN)

Ketika mengikuti course di Australia pada tahun 2010, saya melewati toko boneka yang terletak dekat stasiun. Tanpa sengaja, mata saya tertuju pada sebuah boneka beruang berwarna pink yang dipajang di etalase toko. Entah mengapa, boneka itu seolah memanggil untuk dibawa pulang.

Hal ini tentu saja bukan pengalaman mistis seperti spirit doll atau boneka arwah yang belakangan ramai diperbincangkan. Mungkin lebih mirip seperti film Confessions of a Shopaholic (2009) ketika Rebecca merasa dipanggil-panggil oleh manekin berpakaian modis yang minta untuk dibeli. Yah, meskipun tidak seekstrem kisah Rebecca yang kecanduan belanja sampai bangkrut.

Kala itu, berada di usia 20an dan jauh dari keluarga tampaknya membuat saya menginginkan “teman” untuk melewati hari-hari di negeri orang. Selain itu, saya memang mengoleksi boneka dan terbiasa berada di dekat boneka. Tanpa pikir panjang, boneka beruang pink yang saya beri nama Sydney itu pun menjadi teman bertualang sampai hari ini.

Spirit Doll ala Thailand

Pada akhir 2021, muncul sebuah tren mengadopsi spirit doll atau boneka arwah yang populer di kalangan selebriti Indonesia. Berbeda dengan boneka beruang, boneka arwah adalah boneka berbentuk seperti bayi. Boneka arwah pun disebut-sebut diisi dengan arwah anak kecil yang sudah meninggal.

Meskipun baru populer di Indonesia, tren ini ternyata sudah ada di Thailand sejak 2016. Tren adopsi Luuk Thep (boneka malaikat anak) dipelopori oleh selebriti Thailand bernama Bookko. Bookko menamai “anak laki-laki” sebagai Wan Sai yang berarti hari yang baik.

Sama seperti boneka arwah di Indonesia, kabarnya Luuk Thep juga diisi oleh roh anak-anak. Kehadiran roh anak-anak inilah yang dianggap dapat membawa keberuntungan dan kekayaan bagi pemiliknya. Hal ini lah yang membuat tren Luuk Thep menyebar tidak hanya di kalangan selebriti tapi juga di masyarakat.

Yang menarik, ketika seseorang mengadopsi Luuk Thep, baik pemilik maupun boneka akan diberkati oleh biksu dalam sebuah ritual suci. Setelah diberkati, biksu akan memberikan tanggal lahir untuk boneka. Luuk Thep kemudian diberi nama dan diasuh selayaknya anak sungguhan. Kala itu, Luuk Thep sangat populer di kalangan wanita kelas menengah karena dapat memenuhi kebutuhan untuk berperan sebagai ibu.

Seiring berjalannya waktu, tren merawat boneka arwah menurun di Thailand. Surutnya tren ini sebagai akibat dari klaim bahwa ada Luuk Thep yang mengandung ilmu hitam. Pemilik Luuk Thep yang memiliki niat jahat disebut-sebut dapat mengutuk dan menghipnotis orang lain menggunakan boneka itu.

Selain itu, mulai muncul keraguan orang-orang karena ketika memutuskan untuk mengadopsi Luuk Thep, maka itu untuk selamanyapara pemilik harus melakukan perawatan seperti memberi makan, memandikan, dan mengajak jalan-jalan. Tak pelak, banyak yang kemudian menelantarkan dan meninggalkan Luuk Thep-nya di kuil.

Reborn Doll dari Barat

Tidak hanya di Asia, tren adopsi boneka juga terjadi di negara barat seperti Amerika Serikat dan Kanada, dan Inggris. Dikenal sebagai Reborn Doll, boneka dari silikon ini memiliki tampilan yang persis seperti bayi manusia. Tren ini bahkan sudah terjadi sejak akhir 80an dan awal 90an.

Berbeda dengan boneka arwah dan Luuk ThepReborn Doll tidak diisi dengan arwah anak-anak. Reborn Doll lebih kepada boneka bayi berbentuk hiper-realis sehingga kadang disebut sebagai boneka aspal (asli tapi palsu). Fungsi Reborn Doll pun tidak hanya sebagai koleksi, tapi dapat menjadi media terapeutik (alat terapi) bagi seseorang yang tidak dapat memiliki anak, kehilangan bayi, dan tidak memiliki keberanian untuk adopsi anak.

Di barat, Reborn Doll bahkan dijadikan sebagai media berlatih bagi calon orangtua baru. Kehadiran Reborn Doll pun membuat seseorang menjadi lebih nyaman dan tenang (RTD, 2021). Orang yang tadinya merasa kesepian pun seolah terobati dengan kehadiran Reborn Doll.

Tren dan Kontroversi

Kontroversi atas popularitas boneka arwah di Indonesia tak lepas dari citra yang melekat pada boneka itu sendiri. Isu yang kerap disorot adalah boneka arwah berisi roh anak kecil yang sudah meninggal. Imbasnya, para pemilik boneka arwah dicap sebagai penyembah setan, pemuja Dajal, klenik, dan musyrik. Masyarakat pun berpandangan negatif karena menganggap lebih baik mengadopsi bayi terlantar daripada merawat boneka selayaknya manusia. Di sisi lain, sikap yang menganggap benda mati seolah nyata dianggap sebagai upaya mengaburkan batas antara permainan dan realita.

Namun, tidak dapat dimungkiri, hobi mengoleksi boneka pun memiliki manfaat bagi pemiliknya. Menurut psikolog Inggris, Lee Chambers, boneka dapat memberikan kenyamanan, ketenangan, dan stabilitas terutama pada masa transisi atau masa sulit (Hains, 2021). Kehadiran boneka pun membantu seseorang untuk tidak merasa terisolasi dan kesepian.

Hobi terkait boneka didorong oleh fantasi dan upaya membangun realitas hidup baru melalui boneka. Interaksi antara pemilik dan boneka secara potensial dapat memiliki potensi terapeutik. Di Kanada, hobi mengoleksi boneka dilakukan secara intens melalui kopi darat sesama kolektor. Selain untuk hiburan, pertemuan itu juga menjadi ajang transaksi jual beli dan menambah relasi pertemanan.

Orang dewasa yang dikelilingi benda-benda kawaii (imut) seperti boneka merupakan wujud dari eskapisme dan nostalgia masa kecil (Yano, 2013). Selain memberikan kenyamanan emosional, boneka juga dapat menjadi pereda stres, hiburan, dan kesempatan bermain peran. Lebih lanjut disebutkan bahwa orang dewasa berusaha mencari makna hidup dengan mengenang peristiwa yang pernah terjadi dalam hidupnya (Ignacio & Cupchik, 2021). Salah satu cara dilakukan melalui permainan masa kanak-kanak seperti boneka. (Editor: Al Araf A.M)

Referensi

Ilustrasi: https://m.republika.co.id/berita/r5kyn6425/fenomena-spirit-doll-dari-sudut-pandang-psikolog

Hains, R. (2021). Psychologist explains why millions of adults still sleep with a teddy bear. https://www.walesonline.co.uk/news/uk-news/psychologist-explains-millions-adults-still-21779048 (diakses 5 Januari 2022)

Ignacio, A., & Cupchik, G. C. (2021). Therapeutic Benefits of Adult Doll Play. Imagination, Cognition and Personality41(1), 5–30. https://doi.org/10.1177/0276236621989227

RTD. (2021). From Baby Boom to Doll Boom: Why the World Is Going Crazy With Reborn Dolls?https://rtd.rt.com/stories/from-baby-boom-to-doll-reborn-dolls-gaining-worldwide-popularity/ (diakses 5 Januari 2022)

Yano, C. R. (2013). Pink Globalization. In Pink Globalization: Hello Kitty’s Trek across the Pacific. Duke University Press. https://doi.org/10.2307/j.ctv1131ccn

***

Artikel ini pertama kali diterbitkan di Website PMB BRIN pada 31 Januari 2022. Link artikel asli https://pmb.brin.go.id/tren-adopsi-boneka-era-modern-dari-mistis-hingga-terapeutik/

Leave a comment